Entri Populer

Selasa, 18 Desember 2012

CONTOH cerpen

Aku Tidak Pantas Dibenci
By: Muti’ah Nurul Jihadah, X2

“Bu, Lita. Ayah pergi dulu ya” kata ayah Lita sambil menyeret gerobak sampahnya. Ibu tersenyum, “Hati-hati ya yah”. Namun tidak dengan Lita. Gadis itu hanya diam membatu. Ia hanya melengah saat Ayahnya menatapnya dengan seulas senyum tanda kesabaran diantara kepahitan hidup.
Semua berasal dari sore itu.
Sore dimana Sonia terperanjat mengenali seorang bapak yang ada di depannya. Bapak yang tengah mengais-ngais sampah itu. Bapak dari salah seorang temannya.
Sonia tersenyum miring, "Semua orang harus tahu ini".
***
Di depan kelas, banyak siswa yang berkumpul menyaksikan pertengkaran itu.
"Nggak usah ngaku-ngaku anak konglomerat deh!"
"Beneran, ayahku yang punya perusahaan garmen itu!"
"Uhm...nggak usah ngayal tinggi-tinggi deh," timpal Sonia sambil mengambil sikap mengintimidasi. tangannya dikacakkkan ke pinggang dan ia maju selangkah.
"So, ini apaan?" katanya sambil mengacungkan selembar foto.
Lita terperanjat, "Nggak mungkin! Ini rekayasa, tahu!"
"Kamu nggak usah bohong lagi. Eh! Semuanya! Rupanya, Lita selama ini bohong! Dia punya ayah pemulung!"
Mulut Lita terbuka seakan mengatakan sesuatu, tapi Zack ada di sana.
"Direktur apaan? ternyata cuma pemulung. Ini pasti dari hasil ngemis ya?" Sonia menarik ujung lengan baju Lita, namun langsung ditepisnya.
"Eww...nggak usah sok bersih deh, ini juga banyak kumannya...iii" seru Sonia jijik dan menggosokkan tangannya ke baju Rani yang ada disebelahnya.
"Heh! Ntar malah gue yang kena diare! Atau muntaber!" seru Rani keras.
"Lo makan dari hasil nyuri, hah? Uang sekolah lo juga hasil jambret?" tanya Rani lagi, yang memang terkenal kasar. Lita diam saja, wajahnya pucat dan matanya berkaca- kaca.
"Eh, nggak usah sok nyari- nyari simpati deh. Nggak usah acting nangis-nangisan!" tukas Tiffany sinis.
Wajah Lita tambah pucat. Lalu tangannya melayang dan tepat mengenai wajah Tiffany.
"Dasar anak pemulung! Jaga tangan lo yang penuh najis itu!" seru Rani sambil menahan Tiffany yang mulai menangis. Tiffany hampir membalasnya, namun Lita terlanjur pergi.
***
Zack mencari-cari Lita. Di mana anak itu?
Akhirnya Zack menemukannya. Lita sedang terduduk sendu di taman belakang sekolah. matanya sembap seperti habis menangis.
"Lita!"
Yang dipanggil segera melihat. Lalu ia langsung mengalihkan pandangannya yang mulai kabur akibat titik airmata malu yang ditanggungnya sejak tadi. Dadanya terasa sangat sesak.
“Lita! Aku kira kamu dimana,”
Jantung Lita semakin tak karuan. Masa ia harus menumpahkan segalanya pada Zack?
“Lita, ini aku. Jangan takut”
“Aku tahu itu kamu, Zack,” airmata Lita langsung mengalir tanpa sebab. Ia cepat-cepat menghapusnya. Namun rasa ini sudah tidak bisa ditahannya lagi. Ia langsung terisak. Zack jadi bingung. Cewek tidak pernah menangis di dekatnya.
‘Li…Lita…aku udah dengar semuanya. Aku udah dengar. Kamu bisa cerita sama aku.”kata Zack keki. Ia takut melukai perasaan Lita.
“Nggak usah percaya aku lagi. Aku memang bohong. Aku udah nggak pantas lagi untuk dipercaya. Ayahku pemulung. PEMULUNG, ZACK!” teriak Lita.
‘Sst…maaf, tapi kenapa…eh…um…” Zack jadi ragu, “Kenapa kamu malah mengatakan papamu pengusaha garmen?” Lita malah menangis lagi. Zack hanya diam, menunggu lita tenang.
“itu mimpiku. Ayah punya bakat dagang, kebetulan keluarga kakek punya perusahaan garmen yang udah gulung tikar. Aku harap ayah bisa, ayah bisa menjadi pengusaha. Tapi semuanya berubah sejak kakek meninggal. Ayah udah nggak mungkin lagi ngedapetinnya karena ayah ditindas kakak-kakaknya, harta Ayah disita, sampai nggak ada lagi yang tersisa. Selama ini aku dapat bantuan dari Tante Ayana, adik ayah satu-satunya. Tapi itu nggak seberapa,” Lita menghela napas panjang karena matanya mulai kabur akibat air matanya. Ia tidak mau menunjukkan tangisannya lagi. Ia harus tegar. “malahan tante kadang-kadang melecehkan keluarga kami. Aku nggak ingin semua terulang lagi di sekolah, namun nyatanya…”
“Kira-kira kenapa Sonia musuhan sama kamu, padahal aku amati nggak ada kesalahan padamu?” potong Zack, yang lagi menggumam tiba-tiba.
“Nah itu dia, tapi banyak yang bilang kalau ‘Sonia iri sama kecantikan kamu’ ada versi lain, ‘Sonia takut kamu bakalan dipacarin Zack’ atau ‘Sonia nggak suka kamu berada di ranking 2. Dia nggak suka ranking kamu deketan sama Zack’ atau semacamnya lah”, sahut Lita menerawang. Diam diam rasa syukurnya menelusup, bersyukur bahwa semua kelebihannya membuat gadis yang populer di sekolah menjadi iri.
“Oh” seru Zack, “Tapi kamu harusnya bersyukur, kalau ternyata, kamu diterima di sekolah ini, SMA  Budi Terpuji ini pake tes mandiri, dengan jalur beasiswa dan mendapat peringkat 4 lagi. Nggak semua orang sepertimu bisa. Iya sih, boleh kamu anak pemulung atau anak apapun, tapi kan nggak ada hak orang lain yang bakal ngebatasin kita berkarya dan bertindak. Life must go on, Lit. Kamu nggak boleh menyerah. Jackie Chan saja hampir dijual orangtuanya, saking miskinnya keluarga mereka. Namun Allah berkehendak lain, Lit. Jackie Chan seperti sekarang ini, jadi artis laga. Dan adegannya ekstrim banget lho. Pernah kutiru, dan…wuah, pas jatuhnya sakit buanget! Belum lagi Abraham Lincoln sebelum jadi Presiden USA. Kegagalannya di senat, banyak banget lho! Ada lagi Hellen Keller, penulis terkenal itu, dari kondisinya yang buta dan tuli, novelnya terkenal banget! Nggak usah jauh deh, J.K Rowling aja dulunya miskin banget, saking miskinnya buat naskah dan ngegandain naskah Harpot pake tangan coba, padahal kan udah ada komputer atau  mesin tiklah! Tapi kenyataannya, bestseller! Kamu pasti bisa Lit! Jangan malu. Nggak usah dengarin apa kata orang! Anjing menggonggong kafilah berlalu! And last, never give up, keep fight! Jangan pernah menyerah, tetap berjuang!”
Lita menyunggingkan senyum optimis. Iya ya, pikirnya dalam hati. Kenapa aku lupa?
Zack berdebar ketika melihat senyum gadis itu. Hatinya lega sekarang. Kalau saja kamu tahu, apa yang dicemburui Sonia itu benar, pikirnya.
“Terima kasih atas semuanya Zack, aku akan berjuang,” kata Lita kalem. Zack menarik napas lega dan tersenyum balik menatapnya.
“Aku suka kamu yang seperti ini Lit,”
*
“Ayah,” panggil Lita. Senyumnya mengembang. Hati ayahnya langsung luluh, dan untuk membalasi hari-hari mereka yang kaku, ayahnya memeluknya.
“Maafkan Lita Yah,” tangis Lita. “Maafkan Lita yang udah marah sama Ayah, gara-gara profesi Ayah. Lita udah sadar Yah, Lita nggak mesti malu, tapi bangga. Bangga punya ayah yang masih punya banyak waktu untuk Lita. Bangga Yah, tidak seperti ayah teman-teman yang bekerja di kantor. Lita janji Yah, Lita nggak bakal ngecewain Ayah dan Ibu. Lita bakal buktiin kalo Lita nggak pantas dibenci teman-teman Lita”.
Ayahnya hanya tersenyum dan menitikkan airmata. Ibunya tersenyum hangat melihat kejadian itu, membuat Lita dan ayahnya menghambur memeluk ibu.
“Iya nak, Ayah juga. Bahagiakan kami ya…”
*
“Lit, kamu serius? Kamu bakal ikut babak nasional, mewakili Sumatera Barat, ke Jakarta?” Tanya Zack pada hari itu, hari dimana Lita diberitahu gurunya tentang kelulusannya menjadi Juara 1 Olimpiade Biologi tingkat provinsi.
“Iya Zack. Do’akan aku ya.” Senyum Lita merekah indah. “Dan, aku juga udah buktiin kalo aku, nggak pantas dibenci.”
“Kalo gitu selamat, Lit. aku harap kamu bakalan berhasil, sampe UN nanti,”
“Cuma sampai UN, gitu? Terus pas kuliah, pas kerja?”
“Oh…iya. Hehehe,” sahut Zack. “Oke deh, aku doain. Tapi jangan lupain aku ya? Doakan aku terus,” pintanya dengan pasang tampang innocent.
“Untuk kamu, apa sih yang nggak?”, Lita keceplosan. Muka Zack memerah.
Sonia menghampirinya, begitu pula Rani dan Tiffany. “Lit, maafin kami ya. Kami sadar, kalo kamu ternyata lebih baik. Kita nggak mesti dan nggak bakal mandang orang dari kekayaannya lagi deh Lit, swear!” sahut Sonia penuh rasa penyesalan.
Zack dan Lita berpandangan, lalu seperti mendapat ide, Lita menyambut uluran tangan Sonia. “Deal” sahutnya. “Kumaafkan, tapi tolong jangan pernah ulangi lagi ya, kalo kalian jadi aku, bayangin. Rasanya pahit banget tahu!” kata Lita dengan senyumnya.
“Ayahku memang seorang pemulung,” seru Lita, dengan memberikan penekanan pada kata-kata ‘pemulung’. “Tapi jangan diolok, aku memang anak pemulung, tapi aku berjanji tidak akan menjadi pemulung, dan melanjutkan impian Ayahku untuk menjadi orang sukses. Orang Indonesia bisa apa aja. Bisa sepintar Jepang dan Amerika, bisa sereligius orang Arab, makanya jangan ada yang membatasi orang Indonesia untuk berkarya, termasuk orang Indonesia itu sendiri.”
Rani, Tiffany dan terutama Sonia hanya tersipu, dan berkata dengan serentak “Iya lit, kamu udah berhasil buktiin bahwa kami nggak pantas benci kepadamu. Mau nggak jadi teman kami?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar